Bom : Ini Sarinah, bukan Suriah
Tahun 2015 telah usai dan tahun 2016 datang dengan semangat baru dan harapan baru.
Begitu doa yang sering digumamkan ketika tahun baru menjelang.
Kalimat yang klise namun sebenarnya memang itu yang diharapkan manusia sebagai penjelajah waktu.
Dan saat ini, bulan Januari 2016 pun sudah hampir meninggalkan kita.
Waktu sudah berjalan begitu cepat tanpa menghiraukan sekelilingnya.
Dan apa yang sudah kita lakukan selama Januari ini?
Apakah resolusi yang dibuat di akhir tahun 2015 dan awal 2016 sudah terpenuhi?
Apakah resolusi itu tetap berjalan sebagaimana yang diharapkan?
Atau mungkin sudah menguap ibarat air yang dipanaskan? Menggelegak matang, kemudian sedikit demi sedikit hilang menjadi sekedar uap.
Di bulan ini, negara kita tercinta dikejutkan dengan peristiwa mengagetkan yang bikin jantung goyang-goyang.
Kamis, 14 Januari 2016, Jakarta diguncang bom. Kawasan Sarinah yang memang selalu ramai, menjadi spotlight karena bom teroris dan aksi penembakan mirip film Hollywood antara pelaku dengan para polisi pemberani kita.
Pelaku disinyalir adalah kelompok ISIS. Suatu kelompok yang menurut saya labil. Mengaku ingin mendirikan negara Islam semacam Khilafah, namun tindak laku kelompoknya jauh banget dari nilai Islam. Bermimpi mendirikan rumah tangga yang baik, tapi ketika bangun malah pipis sembarangan dan bikin bau sekitar. Gak nyambung....
Namun yang lucu adalah reaksi sebagian masyarakat Indonesia menyikapi masalah ini.
Di awal serangan, semua memang bilang Pray For Jakarta, Jakarta Berduka, dan sebagainya. Hastag tersebut bertahan sekian jam, yang kemudian ramai-ramai "diralat"'
Semua ingin berganti menjadi semangat #Kami Tidak Takut. Yah, kami memang tidak takut. Jangan biarkan ketakutan membuat kelompok teroris bermata satu itu merasa menang karena mereka memang hanya ingin menyebarkan teror, bukan kasih sayang. Ini bulan Januari, bukan Februari -bulan kasih sayang-.
Mereka ibarat mantan yang gak rela kita lepasin, yang kemudian ngancem nyebarin foto-foto kita yang lagi shirtless, atau pas cuma pake celana dalem saat mandi di sungai belakang rumah. Bikin kita deg-degan tapi tetep ingin kita lawan dan putusin.
Foto Bapak Tukang Sate dan Bapak Penjual Kacang Rebus dijadiin semangat dan lelucon indah.
Bahwa Indonesia gak peduli sama teroris yang mabok kebanyakan nonton film laga.
Bahwa masyarakatnya lebih peduli bagaimana mencari nafkah buat keluarga daripada meratapi nasib karena dor-doran mereka.

Sekian jam selanjutnya kisah heroik polisi kita menjadi viral. Foto polisi ganteng dengan outfit merek ternama membuat para wanita kita seperti menemukan dewa penyelamat. Semua ramai mencari identitas polisi tersebut dan ingin mengenalnya lebih jauh.
Saya yakin kalo polisi itu punya akun sosial media, pasti sekarang ini pengikutnya bisa sampe ribuan. Lahan basah buat di-endorse... Mampir kesini ya kakak...
Dan setelah belasan jam, muncul pernyataan-pernyataan sumbang, diantaranya bilang bom yang memakan korban jiwa ini sebenarnya adalah setting-an. Untuk mengalihkan isu soal Freeport, kasus Papa Minta Saham, dan sebagainya.
Banyak yang heran kenapa polisi kita bisa sebegitu cepatnya datang untuk merespon teroris kesurupan ini. Nahhh loooo...
Saya cukup heran kalo ada yang bilang soal ini. Ntar kalau polisi kita lama respon, dibilang lelet banget, tidak cepat tanggap, cuma makan gaji buta, dan sebagainya. Serba salah...
Emangnya situ mau polisinya mandi dulu, abis itu ngopi santai, lalu jemputin anak sekolah, baru kemudian datang rame-rame ke Sarinah buat nembak mati penjahatnya. Oh, sounds familiar...
Beneran setting-an atau tidak, kita harus angkat topi dengan kinerja polisi kita.
Kita harus menghargai perasaan keluarga para korban, mendoakan korban dengan doa yang baik, dan menjadikan peristiwa ini sebagai pemersatu kita sebagai warga negara Indonesia.
Pelaku disinyalir adalah kelompok ISIS. Suatu kelompok yang menurut saya labil. Mengaku ingin mendirikan negara Islam semacam Khilafah, namun tindak laku kelompoknya jauh banget dari nilai Islam. Bermimpi mendirikan rumah tangga yang baik, tapi ketika bangun malah pipis sembarangan dan bikin bau sekitar. Gak nyambung....
Namun yang lucu adalah reaksi sebagian masyarakat Indonesia menyikapi masalah ini.
Di awal serangan, semua memang bilang Pray For Jakarta, Jakarta Berduka, dan sebagainya. Hastag tersebut bertahan sekian jam, yang kemudian ramai-ramai "diralat"'
Semua ingin berganti menjadi semangat #Kami Tidak Takut. Yah, kami memang tidak takut. Jangan biarkan ketakutan membuat kelompok teroris bermata satu itu merasa menang karena mereka memang hanya ingin menyebarkan teror, bukan kasih sayang. Ini bulan Januari, bukan Februari -bulan kasih sayang-.
Mereka ibarat mantan yang gak rela kita lepasin, yang kemudian ngancem nyebarin foto-foto kita yang lagi shirtless, atau pas cuma pake celana dalem saat mandi di sungai belakang rumah. Bikin kita deg-degan tapi tetep ingin kita lawan dan putusin.Foto Bapak Tukang Sate dan Bapak Penjual Kacang Rebus dijadiin semangat dan lelucon indah.
Bahwa Indonesia gak peduli sama teroris yang mabok kebanyakan nonton film laga.
Bahwa masyarakatnya lebih peduli bagaimana mencari nafkah buat keluarga daripada meratapi nasib karena dor-doran mereka.

Sekian jam selanjutnya kisah heroik polisi kita menjadi viral. Foto polisi ganteng dengan outfit merek ternama membuat para wanita kita seperti menemukan dewa penyelamat. Semua ramai mencari identitas polisi tersebut dan ingin mengenalnya lebih jauh.
Saya yakin kalo polisi itu punya akun sosial media, pasti sekarang ini pengikutnya bisa sampe ribuan. Lahan basah buat di-endorse... Mampir kesini ya kakak...
Dan setelah belasan jam, muncul pernyataan-pernyataan sumbang, diantaranya bilang bom yang memakan korban jiwa ini sebenarnya adalah setting-an. Untuk mengalihkan isu soal Freeport, kasus Papa Minta Saham, dan sebagainya.
Banyak yang heran kenapa polisi kita bisa sebegitu cepatnya datang untuk merespon teroris kesurupan ini. Nahhh loooo...
Saya cukup heran kalo ada yang bilang soal ini. Ntar kalau polisi kita lama respon, dibilang lelet banget, tidak cepat tanggap, cuma makan gaji buta, dan sebagainya. Serba salah...
Emangnya situ mau polisinya mandi dulu, abis itu ngopi santai, lalu jemputin anak sekolah, baru kemudian datang rame-rame ke Sarinah buat nembak mati penjahatnya. Oh, sounds familiar...
Beneran setting-an atau tidak, kita harus angkat topi dengan kinerja polisi kita.
Kita harus menghargai perasaan keluarga para korban, mendoakan korban dengan doa yang baik, dan menjadikan peristiwa ini sebagai pemersatu kita sebagai warga negara Indonesia.
Kita harus menunjukkan kepada siapapun itu bahwa KITA MEMANG TIDAK TAKUT!!!
